BAB I
PENDAHULUAN
Puji
syukur kehadirat Allah yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahnya sehingga
kita semua diberi umur sampai hari ini,karena seiring bergulirnya waktu usia
manusia akan berkurang dan terus berkurang. Karena itu kita harus memanfaatkan
waktu untuk menjadi yang lebih baik dari hari kemarin, karena manusia hidup di
dunia ini hanya untuk sementara waktu saja. Maka dari itu mari memupuk ibadah
serta amal sholeh sehingga semua amalan itu dapat menuntun kita kejalan Allah
SWT. Karena saat kita meninggal dunia telah terputuslah segala hal kecuali 3
perkara dalam. Berbicara tentang kematian dalam pembuatan makalah ini saya akan
akan membahas tentang membaca qur’an pada mayyit. Membaca Al Qur’an adalah
suatu Ibadah yang mulia. Akan tetapi banyak diantara muslimin yang belum
mengetahui hukum suatu bacaan Al Qur’an apabila dibacakan untuk seseorang yang
telah meninggal. Secara realita, tidak jarang ditemukan kaum muslim yang
menjalankan suatu ibadah tanpa mengetahui pasti dasar hukum atau dalil yang
kuat dari apa yang dikerjakannya. Termasuk Hukum bacaan Al Qur’an untuk orang
yang telah meninggal yang hingga kini tetap menjadi masalah khilafiyah
dikalangan masyarakat muslim.
BAB
II
A.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
status hubungan Mayit dengan keluarganya?
2. Bagaimana
hukum bacaan Al Qur’an bagi Mayit?
3. Adakah
dali-dalil yang membahas bacaan Al Qur’an untuk Mayit?
4. Apa
pendapat para ulama mengenai hal tersebut?
B.
Tujuan Pembelajaran
1. Agar mahasiswa dapat memahami bagaiman hubungan status
antara mayit dengan keluarganya.
2. Agar mahasiswa mampu mengatahui hukum membaca ayat al
quran bagi mayit.
3. Agar mahasiswa mampu menyebutkan dalil tentang membaca
al quran bagi mayit serta menjelaskannya.
4. Agar mahasiswa mampu memahami pendapat para ulama’
berkaitan dengan masalah tersebut.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Hubungan
Mayit dan Keluarganya
Berbicara
mengenai hubungan Mayit dan keluarganya, Syeikh Ibnu Qayyim al Jauzi dalam kitab Ar-Ruh menceritakan bahwa orang yang
sudah mati masih dapat mengenali orang-orang yang hidup yang datang menziarahi
kubur-kubur mereka. Al-Hafidh Abi Muhammad mengungkapkan bahwa Abu Umar bin Abi
Darr telah menerangkan sebuah hadis yang bersumber dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu
‘anhu. Dalam hadis ini diungkapkan bahwa Nabi telah bersabda: “Tiadalah
seseorang melewati kuburan sesama mukmin yang mana orang itu dikenalnya, seraya
mengucapkan salam kepada orang mukmin yang mati yang dikenalnya itu, melainkan
orang yang mati itu pasti mengenal orang yang memberikan salam kepadanya dan
membalas ucapan salamnya itu.”
Di dalam hadis yang lain juga ada diriwayatkan
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah
bersabda: “Tidaklah
seseorang yang menyampaikan salam kepadaku (setelah aku wafat) melainkan Allah
akan mengembalikan roh-ku sehingga aku pun bisa membalas salam orang tersebut.”
(H.R. Imam Abu Dawud).
Namun pendapat lain mengatakan bahwa sebelum
wafatnya, manusia bisa melakukan sebagian amalan-amalan yang pahalanya bisa
terus mengalir setelah kematiannya. Selain itu, orang yang masih hidup juga
dapat memberikan manfaat kepada
mayit dengan amalan-amalan yang dikerjakan untuk ditujukan kepada si mayit
setelah kematiannya.
Amalan-amalan yang bisa dilakukan sebelum
kematian itu memungkinkan dan mampu dilakukan. Jika sedikit saja dia
mengerahkan usaha, waktu atau harta, maka dia mampu untuk melakukannya.
Sedangkan amalan-amalan yang dilakukan oleh orang lain setelah kematiannya,
maka amalan-amalan itu tidak berada di tangannya, bisa jadi ada atau tidak ada.
Ibadah-ibadah dan ketaatan-ketaatan yang
bermanfaat bagi orang yang telah mati, yang berasal dari usaha mereka sendiri adalah :
1. Shadaqah jariyyah (Sedekah mengalir yang pahalanya sampai
kepadanya).
2. Ilmu yang bermanfaat.
3.Anak shalih yang mendoakannya.
Disebutkan di dalam hadits shahih dari Abi
Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Nabi SAW. bersabda:
إِذَا
مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ
صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحيَدْعُولَهُ
"Apabila manusia meninggal dunia,
terputuslah segala amalannya, kecuali dari tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu
yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendoakannya".(HR. Muslim, Abu Dawud
dan Nasa’i)
Dalam riwayat lain mengatakan pada hadits yang lain riwayat Ibnu Majah dan
Baihaqi dari Abi Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dia berkata : Rasulullah SAW
Bersabda:
إِنَّ
مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ عِلْمًا
عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ وَوَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ وَمُصْحَفًا وَرَّثَهُ أَوْ
مَسْجِدًا بَنَاهُ أَوْ بَيْتًا لاِبْنِ السَّبِيلِ بَنَاهُ أَوْ نَهْرًا
أَجْرَاهُ أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ
يَلْحَقُهُمِنْ بَعْدِ مَوْتِه
"Sesungguhnya di antara amalan dan
kebaikan seorang mukmin yang akan menemuinya setelah kematiannya adalah: ilmu
yang diajarkan dan disebarkannya, anak shalih yang ditinggalkannya, mush-haf
yang diwariskannya, masjid yang dibangunnya, rumah untuk ibnu sabil yang
dibangunnya, sungai (air) yang dialirkannya untuk umum, atau shadaqah yang
dikeluarkannya dari hartanya diwaktu sehat dan semasa hidupnya, semua ini akan
menemuinya setelah dia meninggal dunia".
B.
Hukum
Membaca Al Qur’an untuk Mayit
Secara garis besar hukum membaca Al Qur’an untuk mayit adalah
sebagai berikut:
·
Di bolehkan
Dalam membaca ayat dari surah dalam al
quran bahwasanya membacanya untuk orang meninggal atau mayit diperbolehkan
karena beberapa hal diantaranya:
ü Do’a
ü Istighfar
ü Shadaqah jariyah
Dalam
pembacaan do’a untuk mayit adapun karena mendo’akannya agar perbuatan si mayit
di dunia diterima disisi Allah SWT. Selain itu doa yang dibacakan ditujukan
untuk membuat si mayit merasa tentram karena mal perbuatannya diterima. Istilah
istighfar sudah termasuk dalam do’a karena membaca sepotong ayat dalam al
quran. Secara tidak langsung sama sama manfaatnya seperti embaca do’a.
sedangkan shadaqah jariyah bukan bermakna memberi sebagian harta akan tetapi
membaca alqur’an sudah termasuk daripada shadaqah.
·
Tidak diperbolehkan
Sedangkan
apabila membaca alquran yang diniatkan agar pahalanya ditujukan kepada mayit it
yang tidak diperbolehkan kecuali dengan batasan dari pendapat syara’.
Diriwayatkan
bahwa Nabi saw melakukan ziarah kubur dan berdoa untuk para mayit dengan
doa-doa yang beliau ajarkan kepada para sahabatnya, dan mereka mempelajarinya
dari beliau SAW,diantaranya adalah:
السَّلاَمُ عَلَيكم أَهْلِ الدِّيَارِ
مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَيَرْحَمُ اللَّهُ الْمُسْتَقْدِمِيْنَ
مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَلاَحِقُوْنَ
Artinya
: "Semoga kesejahteraan tercurah kepada kaum mukminin danmuslimin
penghuni negeri (kuburan ini). Sesungguhnya kami –insya Allahmenyusul kalian.
Kamimemohon afiyat untuk kami dan kamu."
Dan tidak diriwayatkan bahwa beliau saw membaca salah satu surah al
Qur`an, atau beberapa ayat darinya untuk para mayit, padahal beliau sawsangat
sering melakukan ziarah kubur. Jika hal itu disyari'atkan tentu beliau
melakukannya dan menjelaskannya kepada para sahabatnya, karena ingin
mendapatkan pahala dan sayang kepada umat, serta menunaikan kewajiban
menyampaikan.
C.
Dalil
Tentang Bacaan Al Qur’an untuk Mayit
a)
Dalil
yang membolehkan Bacaan Al Qur’an untuk Mayit
1. Dalam Al Qur’an
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ
لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي
قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Orang-orang
yang datang sesudah mereka(Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa, “Ya Tuhan
kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu
daripada kami.” (QS. Al-Hasyr:
10)
وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَىٰ
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang
telah diusahakannya (Q.S. an-Najm: 39).”
2. Hadits
Riwayat Abu Hurairah
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ
ثَلَاثَةِ أَشْيَاءَ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ
وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Dari Abu
Hurairah: Rasulullah SAW bersabda:"Apabila manusia meninggal dunia,
terputuslah segala amalannya, kecuali dari tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu
yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendoakannya".(HR. Muslim, Abu Dawud
dan Nasa’i)”
3. Hadits dari
Aisyah r.a.berkata:
عَنِ عَائَشَة رَضِيَ
الله عَنْهَا أنَّ رَجُلاً أتَى النَّبِى.صَ. وَقَالَ: إنَّ أمِّى
افْتُلِتَتْ نَفْسَهَا وَلَم تُو صوَأظُنُّهَا لَو تَكَلَّمت تَصَدَّقَتْ اَفَلهَا
اَجْر إنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا ؟ قَالَ : نَعَمْ
‘Seorang lelaki datang kepada Nabi
saw. dan berkata: Ibuku telah mati mendadak, dan tidak berwasiat dan saya kira
sekiranya ia sempat bicara, pasti akan bersedekah, apakah ada pahala baginya
jika Aku bersedekah untuknya? Jawab Nabi saw: Ya.’
(HR.Bukhori, Muslim dan Nasa’i)”
4. Hadits marfu’ Riwayat Hafidz as-salafi
“Barangsiapa melewati pekuburan lalu membaca qulhuwallahu
ahad (surat al ikhlash) 11 kali, kemudian menghadiahkan pahalanya kepada
orang-orang yang telah mati (dipekuburan itu), maka ia akan diberi pahala
sebanyak mayat yang ada disitu”.
Akan
tetapi hadits tersebut adalah hadits yang palsu, berasal dari naskah
Abdullah bin Ahmad bin ‘Amir dari ayahnya dari Ali Ar Ridla dari ayah-ayahnya,
dipalsukan oleh Abdullah atau ayahnya sebagaimana dikatakan oleh Adz-Dzahabi
dalam Mizanul I’tidal, dan diikuti oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar
dalam Lisanul Mizan (3/252), juga As-Suyuthi dalam Dzail
Al Ahadits Al Maudlu’ah dan beliau menyebutkan hadits ini, dan diikuti
juga oleh Ibnu ‘Arraaq dalamTanzih Asy Syari’atil Marfu’ah. (Lihat Ahkaam
Janaiz, hal 245).
5. Hadits Riwayat Thabrani dan Baihaqi
“Dari Ibnu Umar ra. Dari jalan Yahya bin Abdullah Al-Babalti dari Ayyub
bin Nahik Al-Halabi dari ‘Atha bin Abi Rabah dari Ibnu Umar Bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Apabila seseorang dari kamu meninggal, maka janganlah ditahan,
dan bersegeralah untuk dikuburkan, dan bacakan di sisi kepalanya Al-Fatihah dan
di sisi kakinya akhir surat Al-Baqarah dikuburnya”.[3]
Hadits
diatas merupakan hadits yang sangatlemah, karena di
dalamnyaterdapatduaperawi yang lemah, yang pertamaadalahYahya bin Abdullah
Al-Babalti, iaperawi yang lemah. Al Azdiberkata, “Kelemahanpadanyasangatjelas”.Dan
Abu Hatimberkata, “Tidakdianggap”.(Al-Mughni fi Dlu’afa, 2/739).
Dan yang keduaadalahAyyub bin Nahiik Al Halabiiadianggaplemaholeh Abu Hatim,
dan Al Azdiberkata, “Matruk”. Dan IbnuHibbanmenyebutkannyadalam Ats-Tsiqat danberkata:
“Yukhti (sukasalah)”. (Lisanul Mizan,1/490).
b)
Dalil
yang melarang Bacaan Al Qur’an untuk Mayit
1. Hadits-hadits yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam berziarah ke perkuburan Baqi’, namun tidak disebutkan
disana bahwa beliau membaca Alquran di kubur, di antaranya hadits Aisyah ia
berkata,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
كَانَ يَخْرُجُ إِلَى الْبَقِيعِ فَيَدْعُو لَهُمْ فَسَأَلَتْهُ عَائِشَةُ عَنْ
ذَلِكَ فَقَالَ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَدْعُوَ لَهُمْ
“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah keluar menuju Baqi’
untuk mendoakan mereka, lalu Aisyah menanyakannya, beliau bersabda: “Aku diperintahkan
untuk mendoakan mereka”.
2. Hadits-hadits yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam ikut menguburkan sebagian shahabat, seperti
penguburan anaknya dan juga hadits Al-Bara’ bin Malik yang panjang yang
menceritakan tentang bagaimana kematian orang beriman dan orang kafir, tidak
disebutkan dalam hadits-hadits tersebut bahwa beliau mengajarkan untuk membaca
surat A-Fatihah atau surat lainnya, kalau itu dilakukan oleh beliau, pastilah
banyak shahabat yang menceritakannya. Tidak
adanya praktik dari seorangpun shahabat Nabi, oleh karena itu Imam Malik.
3. Hadits-hadits yang mengajarkan apa yang harus dibaca
di perkuburan, di antaranya adalah hadits Aisyah yang diriwayatkan oleh Muslim,
Aisyah bertanya kepada beliau apa yang harus dibaca di kuburan, maka beliau
mengajarkan salam dan doa, dan tidak mengajarkan untuk membaca Al-Fatihah atau
surat lain dari Alquran, dan kaidah ushul fiqihberkata,
“Meninggalkan penjelasan dari waktu yang dibutuhkan adalah tidak boleh”.
Kalaulah itu baik, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi waallam mengajarkannya
kepada ‘Aisyah dan shahabat-shahabat lainnya.
D. Pendapat Para Ulama
a. Menurut Muhammad bin ahmad al-marwazi :
“Saya mendengar Imam
Ahmad bin Hanbal berkata : “Jika kamu masuk ke pekuburan, maka bacalah
Fatihatul kitab, al-ikhlas, al falaq dan an-nas dan jadikanlah pahalanya untuk
para penghuni kubur, maka sesungguhnya pahala itu sampai kepada mereka. Tapi
yang lebih baik adalah agar sipembaca itu berdoa sesudah selesai dengan: “Ya
Allah, sampaikanlah pahala ayat yang telah aku baca ini kepada si fulan…”
(Hujjatu Ahlis sunnah waljamaah hal. 15)
b. Menurut Syaikh aIi bin Muhammad Bin abil lz :
“Adapun Membaca
Al-qur’an dan menghadiahkan pahalanya kepada orang yang mati secara sukarela
dan tanpa upah, maka pahalanya akan sampai kepadanya sebagaimana sampainya
pahala puasa dan haji”. (Syarah aqidah Thahawiyah hal. 457).
c. Menurut imam qurtubi : “telah ijma’ ulama
atas sampainya pahala sedekah untuk orang yang sudah mati, maka seperti itu
pula pendapat ulama dalam hal bacaan al-qur’an, doa dan istighfar karena
masing-masingnya termasuk sedekah dan dikuatkan hal ini oleh hadits : “Kullu ma’rufin
shadaqah / (setiapkebaikan adalah sedekah)”. (Tadzkirah al-qurtubi halaman
26).dipindahkan dari amil (yang mengamalkan).
d. Imam Al-Khuzani di dalam Tafsirnya
mengatakan."Artinya : Dan yang masyhur dalam madzhab Syafi'i, bahwa bacaan
Qur'an (yang pahalanya dikirimkan kepada mayit) adalah tidak dapat sampai
kepada mayit yangdikirimi". (Al-Khazin, AL-JAMAL, juz 4, hal.236). Di dalam Tafsir Jalalaian disebutkan
demikian. "Artinya : Maka seseorang tidak memperoleh pahala sedikitpun
dari hasil usaha orang lain". (Tafsir JALALAIN, 2/197).
BAB IV
KESIMPULAN
Hubungan antara Mayit
dan keluarganya masih memiliki keterkaitan sebagaimana hubungan tali
kekeluargaan didunia, hanya saja segala amalannya terputus kecuali tiga hal
yaitu Shadaqah jariyah, Ilmu yang bermanfaat, dan Anak sholeh yang mendoakanya.
Terdapat perrbedaan
pendapat mengenai hukum bacaan Al quran bagi Mayit. Berdasarkan pembahasan
sebelumnya dapat diketahui bahwa dalil yang paling kuat adalah yang menyatakan
tidak dibolehkannya bacaan Al qur’an bagi Mayit karena Rasulullah dan para
sahabat tidak melakukannya.
Imam As-Syafi'i dan Ulama-ulama yang mengikutinya
mengambil kesimpulan, bahwa bacaan yang pahalanya dikirimkan kepada mayit
adalah tidak sampai, karena bukan dari hasil usahanya sendiri Oleh karena itu
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah menganjurkan umatnya
untuk mengamalkan (pengiriman pahala bacaan), dan tidak pernah memberikan
bimbingan, baik dengan nash maupun dengan isyarat, dan tidak ada seorang Sahabatpun
yang pernahmengamalkan perbuatan tersebut.
BAB V
PENUTUP
Dalam penulisan makalah
di atas saya selau penulis meminta maaf atas semua kesalahan apabila anda sang
pembaca menemukannya. Semua kritik dan saran sangatlah membantu berjalannya
makalah saya agar dapat diperbaiki untuk kedepannya. Semoga setelah membaca
makalah ini dapat menjadikannya sebagai manfaat bagi sang pembaca agar ilmu
saya bermanfaat bagi saya dan orang lain.
Dan untuk sang pembaca
saya harapkan agar selalu member kritik dan saran karena itu semualah yang akan
membantu makalah ini agar menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
·
Allamah Sayyid Abdullah
Haddad (1993), Renungan Umur Manusia,
Bandung : Mizan
·
As Suyuthi, Imam
Jalaludin (1999), 400 hadits Keutamaan Amal Beserta Penjelasannya, Jakarta
: PT. Raja Grafindo Persada.
·
Ubaidillah, Tahlilan
dan Selamatan menurut Madzhab Syafi'i, Bangil: Pustaka Abdul Muis.
Alamat Blog :
http://anuwapuyu.blogspot.com/
Muslim
975 dan Ibnu Majah 1547
Mukhtasar Al-qurtubi
hal. 26.
HR.
AthThabrani 12/445 no 13613) dan Al-Baihaqidalam Syu’abulIman no
9294.
ไม่มีความคิดเห็น:
แสดงความคิดเห็น