วันอาทิตย์ที่ 4 มกราคม พ.ศ. 2558

Membaca Al -Qur'an Untuk Mayit


BAB I
PENDAHULUAN
Puji syukur kehadirat Allah yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahnya sehingga kita semua diberi umur sampai hari ini,karena seiring bergulirnya waktu usia manusia akan berkurang dan terus berkurang. Karena itu kita harus memanfaatkan waktu untuk menjadi yang lebih baik dari hari kemarin, karena manusia hidup di dunia ini hanya untuk sementara waktu saja. Maka dari itu mari memupuk ibadah serta amal sholeh sehingga semua amalan itu dapat menuntun kita kejalan Allah SWT. Karena saat kita meninggal dunia telah terputuslah segala hal kecuali 3 perkara dalam. Berbicara tentang kematian dalam pembuatan makalah ini saya akan akan membahas tentang membaca qur’an pada mayyit. Membaca Al Qur’an adalah suatu Ibadah yang mulia. Akan tetapi banyak diantara muslimin yang belum mengetahui hukum suatu bacaan Al Qur’an apabila dibacakan untuk seseorang yang telah meninggal. Secara realita, tidak jarang ditemukan kaum muslim yang menjalankan suatu ibadah tanpa mengetahui pasti dasar hukum atau dalil yang kuat dari apa yang dikerjakannya. Termasuk Hukum bacaan Al Qur’an untuk orang yang telah meninggal yang hingga kini tetap menjadi masalah khilafiyah dikalangan masyarakat muslim.










BAB II
A.    Rumusan Masalah
1.    Bagaimana status hubungan Mayit dengan keluarganya?
2.    Bagaimana hukum bacaan Al Qur’an bagi Mayit?
3.    Adakah dali-dalil yang membahas bacaan Al Qur’an untuk Mayit?
4.    Apa pendapat para ulama mengenai hal tersebut?
B.     Tujuan Pembelajaran
1.      Agar mahasiswa dapat memahami bagaiman hubungan status antara mayit dengan keluarganya.
2.      Agar mahasiswa mampu mengatahui hukum membaca ayat al quran bagi mayit.
3.      Agar mahasiswa mampu menyebutkan dalil tentang membaca al quran bagi mayit serta menjelaskannya.
4.      Agar mahasiswa mampu memahami pendapat para ulama’ berkaitan dengan masalah tersebut.















BAB III
PEMBAHASAN
A.    Hubungan Mayit dan Keluarganya
Berbicara mengenai hubungan Mayit dan keluarganya, Syeikh Ibnu Qayyim al Jauzi dalam kitab Ar-Ruh menceritakan bahwa orang yang sudah mati masih dapat mengenali orang-orang yang hidup yang datang menziarahi kubur-kubur mereka. Al-Hafidh Abi Muhammad mengungkapkan bahwa Abu Umar bin Abi Darr telah menerangkan sebuah hadis yang bersumber dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu. Dalam hadis ini diungkapkan bahwa Nabi telah bersabda: “Tiadalah seseorang melewati kuburan sesama mukmin yang mana orang itu dikenalnya, seraya mengucapkan salam kepada orang mukmin yang mati yang dikenalnya itu, melainkan orang yang mati itu pasti mengenal orang yang memberikan salam kepadanya dan membalas ucapan salamnya itu.”
Di dalam hadis yang lain juga ada diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda: “Tidaklah seseorang yang menyampaikan salam kepadaku (setelah aku wafat) melainkan Allah akan mengembalikan roh-ku sehingga aku pun bisa membalas salam orang tersebut.” (H.R. Imam Abu Dawud).
Namun pendapat lain mengatakan bahwa sebelum wafatnya, manusia bisa melakukan sebagian amalan-amalan yang pahalanya bisa terus mengalir setelah kematiannya. Selain itu, orang yang masih hidup juga dapat memberikan manfaat kepada mayit dengan amalan-amalan yang dikerjakan untuk ditujukan kepada si mayit setelah kematiannya.
Amalan-amalan yang bisa dilakukan sebelum kematian itu memungkinkan dan mampu dilakukan. Jika sedikit saja dia mengerahkan usaha, waktu atau harta, maka dia mampu untuk melakukannya. Sedangkan amalan-amalan yang dilakukan oleh orang lain setelah kematiannya, maka amalan-amalan itu tidak berada di tangannya, bisa jadi ada atau tidak ada.
Ibadah-ibadah dan ketaatan-ketaatan yang bermanfaat bagi orang yang telah mati, yang berasal dari usaha mereka sendiri adalah :
 1. Shadaqah jariyyah (Sedekah mengalir yang pahalanya sampai kepadanya).
2. Ilmu yang bermanfaat.
3.Anak shalih yang mendoakannya.
Disebutkan di dalam hadits shahih dari Abi Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Nabi SAW. bersabda:
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحيَدْعُولَهُ
"Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya, kecuali dari tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendoakannya".(HR. Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i)
Dalam riwayat lain mengatakan pada hadits yang lain riwayat Ibnu Majah dan Baihaqi dari Abi Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dia berkata : Rasulullah SAW Bersabda:
إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ وَوَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ وَمُصْحَفًا وَرَّثَهُ أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ أَوْ بَيْتًا لاِبْنِ السَّبِيلِ بَنَاهُ أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ يَلْحَقُهُمِنْ بَعْدِ مَوْتِه
"Sesungguhnya di antara amalan dan kebaikan seorang mukmin yang akan menemuinya setelah kematiannya adalah: ilmu yang diajarkan dan disebarkannya, anak shalih yang ditinggalkannya, mush-haf yang diwariskannya, masjid yang dibangunnya, rumah untuk ibnu sabil yang dibangunnya, sungai (air) yang dialirkannya untuk umum, atau shadaqah yang dikeluarkannya dari hartanya diwaktu sehat dan semasa hidupnya, semua ini akan menemuinya setelah dia meninggal dunia".
B.     Hukum Membaca Al Qur’an untuk Mayit
Secara garis besar hukum membaca Al Qur’an untuk mayit adalah sebagai berikut:
·         Di bolehkan
Dalam membaca ayat dari surah dalam al quran bahwasanya membacanya untuk orang meninggal atau mayit diperbolehkan karena beberapa hal diantaranya:
ü  Do’a
ü  Istighfar
ü  Shadaqah jariyah
Dalam pembacaan do’a untuk mayit adapun karena mendo’akannya agar perbuatan si mayit di dunia diterima disisi Allah SWT. Selain itu doa yang dibacakan ditujukan untuk membuat si mayit merasa tentram karena mal perbuatannya diterima. Istilah istighfar sudah termasuk dalam do’a karena membaca sepotong ayat dalam al quran. Secara tidak langsung sama sama manfaatnya seperti embaca do’a. sedangkan shadaqah jariyah bukan bermakna memberi sebagian harta akan tetapi membaca alqur’an sudah termasuk daripada shadaqah.
·         Tidak diperbolehkan
Sedangkan apabila membaca alquran yang diniatkan agar pahalanya ditujukan kepada mayit it yang tidak diperbolehkan kecuali dengan batasan dari pendapat syara’.
Diriwayatkan bahwa Nabi saw melakukan ziarah kubur dan berdoa untuk para mayit dengan doa-doa yang beliau ajarkan kepada para sahabatnya, dan mereka mempelajarinya dari beliau SAW,diantaranya adalah:
السَّلاَمُ عَلَيكم أَهْلِ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَيَرْحَمُ اللَّهُ الْمُسْتَقْدِمِيْنَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَلاَحِقُوْنَ
Artinya : "Semoga kesejahteraan tercurah kepada kaum mukminin danmuslimin penghuni negeri (kuburan ini). Sesungguhnya kami –insya Allahmenyusul kalian. Kamimemohon afiyat untuk kami dan kamu."

Dan tidak diriwayatkan bahwa beliau saw membaca salah satu surah al Qur`an, atau beberapa ayat darinya untuk para mayit, padahal beliau sawsangat sering melakukan ziarah kubur. Jika hal itu disyari'atkan tentu beliau melakukannya dan menjelaskannya kepada para sahabatnya, karena ingin mendapatkan pahala dan sayang kepada umat, serta menunaikan kewajiban menyampaikan.
C.    Dalil Tentang Bacaan Al Qur’an untuk Mayit
a)      Dalil yang membolehkan Bacaan Al Qur’an untuk Mayit
1.      Dalam Al Qur’an
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Orang-orang yang datang sesudah mereka(Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa, “Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu daripada kami.” (QS. Al-Hasyr: 10)
وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَىٰ
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya (Q.S. an-Najm: 39).”
2.      Hadits Riwayat Abu Hurairah
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةِ أَشْيَاءَ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Dari Abu Hurairah: Rasulullah SAW bersabda:"Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya, kecuali dari tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendoakannya".(HR. Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i)
3.      Hadits dari Aisyah r.a.berkata:
عَنِ عَائَشَة رَضِيَ الله عَنْهَا أنَّ رَجُلاً أتَى النَّبِى.صَ. وَقَالَ: إنَّ أمِّى افْتُلِتَتْ نَفْسَهَا وَلَم تُو صوَأظُنُّهَا لَو تَكَلَّمت تَصَدَّقَتْ اَفَلهَا اَجْر إنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا ؟ قَالَ : نَعَمْ
‘Seorang lelaki datang kepada Nabi saw. dan berkata: Ibuku telah mati mendadak, dan tidak berwasiat dan saya kira sekiranya ia sempat bicara, pasti akan bersedekah, apakah ada pahala baginya jika Aku bersedekah untuknya? Jawab Nabi saw: Ya.’ (HR.Bukhori, Muslim dan Nasa’i)”
4.      Hadits marfu’ Riwayat Hafidz as-salafi
“Barangsiapa melewati pekuburan lalu membaca qulhuwallahu ahad (surat al ikhlash) 11 kali, kemudian menghadiahkan pahalanya kepada orang-orang yang telah mati (dipekuburan itu), maka ia akan diberi pahala sebanyak mayat yang ada disitu”.
Akan tetapi hadits tersebut adalah hadits yang palsu, berasal dari naskah Abdullah bin Ahmad bin ‘Amir dari ayahnya dari Ali Ar Ridla dari ayah-ayahnya, dipalsukan oleh Abdullah atau ayahnya sebagaimana dikatakan oleh Adz-Dzahabi dalam Mizanul I’tidal, dan diikuti oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Lisanul Mizan (3/252), juga As-Suyuthi dalam Dzail Al Ahadits Al Maudlu’ah dan beliau menyebutkan hadits ini, dan diikuti juga oleh Ibnu ‘Arraaq dalamTanzih Asy Syari’atil Marfu’ah. (Lihat Ahkaam Janaiz, hal 245).
5.      Hadits Riwayat Thabrani dan Baihaqi
“Dari Ibnu Umar ra. Dari jalan Yahya bin Abdullah Al-Babalti dari Ayyub bin Nahik Al-Halabi dari ‘Atha bin Abi Rabah dari Ibnu Umar Bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Apabila seseorang dari kamu meninggal, maka janganlah ditahan, dan bersegeralah untuk dikuburkan, dan bacakan di sisi kepalanya Al-Fatihah dan di sisi kakinya akhir surat Al-Baqarah dikuburnya”.[3]
Hadits diatas merupakan  hadits yang sangatlemah, karena di dalamnyaterdapatduaperawi yang lemah, yang pertamaadalahYahya bin Abdullah Al-Babalti, iaperawi yang lemah. Al Azdiberkata, “Kelemahanpadanyasangatjelas”.Dan Abu Hatimberkata, “Tidakdianggap”.(Al-Mughni fi Dlu’afa, 2/739). Dan yang keduaadalahAyyub bin Nahiik Al Halabiiadianggaplemaholeh Abu Hatim, dan Al Azdiberkata, “Matruk”. Dan IbnuHibbanmenyebutkannyadalam Ats-Tsiqat danberkata: “Yukhti (sukasalah)”. (Lisanul Mizan,1/490).
b)     Dalil yang melarang Bacaan Al Qur’an untuk Mayit
1.      Hadits-hadits yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berziarah ke perkuburan Baqi’, namun tidak disebutkan disana bahwa beliau membaca Alquran di kubur, di antaranya hadits Aisyah ia berkata,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَخْرُجُ إِلَى الْبَقِيعِ فَيَدْعُو لَهُمْ فَسَأَلَتْهُ عَائِشَةُ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَدْعُوَ لَهُمْ
Sesungguhnya Nabi shallallahu  ‘alaihi wasallam pernah keluar menuju Baqi’ untuk mendoakan mereka, lalu Aisyah menanyakannya, beliau bersabda: “Aku diperintahkan untuk mendoakan mereka”.
                                                                                                                            
2.      Hadits-hadits yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ikut menguburkan sebagian shahabat, seperti penguburan anaknya dan juga hadits Al-Bara’ bin Malik yang panjang yang menceritakan tentang bagaimana kematian orang beriman dan orang kafir, tidak disebutkan dalam hadits-hadits tersebut bahwa beliau mengajarkan untuk membaca surat A-Fatihah atau surat lainnya, kalau itu dilakukan oleh beliau, pastilah banyak shahabat yang menceritakannya. Tidak adanya praktik dari seorangpun shahabat Nabi, oleh karena itu Imam Malik.
3.      Hadits-hadits yang mengajarkan apa yang harus dibaca di perkuburan, di antaranya adalah hadits Aisyah yang diriwayatkan oleh Muslim, Aisyah bertanya kepada beliau apa yang harus dibaca di kuburan, maka beliau mengajarkan salam dan doa, dan tidak mengajarkan untuk membaca Al-Fatihah atau surat lain dari Alquran, dan kaidah ushul fiqihberkata, “Meninggalkan penjelasan dari waktu yang dibutuhkan adalah tidak boleh”. Kalaulah itu baik, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi waallam mengajarkannya kepada ‘Aisyah dan shahabat-shahabat lainnya.
D.    Pendapat Para Ulama
a.    Menurut Muhammad bin ahmad al-marwazi :
“Saya mendengar Imam Ahmad bin Hanbal berkata : “Jika kamu masuk ke pekuburan, maka bacalah Fatihatul kitab, al-ikhlas, al falaq dan an-nas dan jadikanlah pahalanya untuk para penghuni kubur, maka sesungguhnya pahala itu sampai kepada mereka. Tapi yang lebih baik adalah agar sipembaca itu berdoa sesudah selesai dengan: “Ya Allah, sampaikanlah pahala ayat yang telah aku baca ini kepada si fulan…” (Hujjatu Ahlis sunnah waljamaah hal. 15)
b.   Menurut Syaikh aIi bin Muhammad Bin abil lz :
“Adapun Membaca Al-qur’an dan menghadiahkan pahalanya kepada orang yang mati secara sukarela dan tanpa upah, maka pahalanya akan sampai kepadanya sebagaimana sampainya pahala puasa dan haji”. (Syarah aqidah Thahawiyah hal. 457).
c.    Menurut imam qurtubi : “telah ijma’ ulama atas sampainya pahala sedekah untuk orang yang sudah mati, maka seperti itu pula pendapat ulama dalam hal bacaan al-qur’an, doa dan istighfar karena masing-masingnya termasuk sedekah dan dikuatkan hal ini oleh hadits : “Kullu ma’rufin shadaqah / (setiapkebaikan adalah sedekah)”. (Tadzkirah al-qurtubi halaman 26).dipindahkan dari amil (yang mengamalkan).
d.   Imam Al-Khuzani di dalam Tafsirnya mengatakan."Artinya : Dan yang masyhur dalam madzhab Syafi'i, bahwa bacaan Qur'an (yang pahalanya dikirimkan kepada mayit) adalah tidak dapat sampai kepada mayit yangdikirimi". (Al-Khazin, AL-JAMAL, juz 4, hal.236).  Di dalam Tafsir Jalalaian disebutkan demikian. "Artinya : Maka seseorang tidak memperoleh pahala sedikitpun dari hasil usaha orang lain". (Tafsir JALALAIN, 2/197).








BAB IV
KESIMPULAN

Hubungan antara Mayit dan keluarganya masih memiliki keterkaitan sebagaimana hubungan tali kekeluargaan didunia, hanya saja segala amalannya terputus kecuali tiga hal yaitu Shadaqah jariyah, Ilmu yang bermanfaat, dan Anak sholeh yang mendoakanya.
Terdapat perrbedaan pendapat mengenai hukum bacaan Al quran bagi Mayit. Berdasarkan pembahasan sebelumnya dapat diketahui bahwa dalil yang paling kuat adalah yang menyatakan tidak dibolehkannya bacaan Al qur’an bagi Mayit karena Rasulullah dan para sahabat tidak melakukannya. 
            Imam As-Syafi'i dan Ulama-ulama yang mengikutinya mengambil kesimpulan, bahwa bacaan yang pahalanya dikirimkan kepada mayit adalah tidak sampai, karena bukan dari hasil usahanya sendiri Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah menganjurkan umatnya untuk mengamalkan (pengiriman pahala bacaan), dan tidak pernah memberikan bimbingan, baik dengan nash maupun dengan isyarat, dan tidak ada seorang Sahabatpun yang pernahmengamalkan perbuatan tersebut.















BAB V
PENUTUP

Dalam penulisan makalah di atas saya selau penulis meminta maaf atas semua kesalahan apabila anda sang pembaca menemukannya. Semua kritik dan saran sangatlah membantu berjalannya makalah saya agar dapat diperbaiki untuk kedepannya. Semoga setelah membaca makalah ini dapat menjadikannya sebagai manfaat bagi sang pembaca agar ilmu saya bermanfaat bagi saya dan orang lain.
Dan untuk sang pembaca saya harapkan agar selalu member kritik dan saran karena itu semualah yang akan membantu makalah ini agar menjadi lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA

·           Allamah Sayyid Abdullah Haddad (1993),  Renungan Umur Manusia, Bandung : Mizan
·           As Suyuthi, Imam Jalaludin (1999), 400 hadits Keutamaan Amal Beserta Penjelasannya, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
·           Ubaidillah, Tahlilan dan Selamatan menurut Madzhab Syafi'i, Bangil: Pustaka Abdul Muis.



Alamat Blog : http://anuwapuyu.blogspot.com/









Muslim 975 dan Ibnu Majah 1547
Mukhtasar Al-qurtubi hal. 26.
HR. AthThabrani 12/445 no 13613) dan Al-Baihaqidalam Syu’abulIman no 9294.

ไม่มีความคิดเห็น:

แสดงความคิดเห็น